17 May 2017 / Berita Sukita Terkini

GEREJA JANGAN HANYA MENJADI
KONSUMEN KEDAMAIAN


media

Seribu Lilin
di Tugu Mastrib Madiun
14 Mei 2017

 

Kontributor:

Timotius Handoko Setiawan

Dalam buku sejarah Republik Indonesia, sangat sedikit kisah heroik gereja dan tokoh Kristen yang terlibat dalam kancah perjuangan kemerdekaan. Baik itu pada pra kemerdekaan yang tidak menampilkan organisasi sosial atau politik kristen maupun setelah berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia. Justru yang disorot adalah kisah para ulama, tokoh Muslim, dan organisasinya.

Mengapa demikian ? Apakah memang sedikit bahkan tidak ada kisah heroisme tersebut? Atau karena tidak ditulis dan dimasukkan dalam pasal sejarah ? Entahlah, mungkin keduanya.

Apa yang terjadi, sudahlah, yang penting kita benahi keduanya; gereja harus ambil bagian dalam sejarah di Indonesia dengan didasari ajaran Kristus. Dan gereja harus rajin mendokumentasikan perannya malah kalau perlu mempublikasikannya.

Gereja tidak boleh hanya menjadi penikmat situasi-kondisi damai dalam naungan NKRI. Perdamaian, Keadilan, dan Kasih butuh diperjuangkan dan ada harga yang harus dibayar. Gereja jangan hanya berpangku tangan menunggu datangnya Kerajaan Allah di bumi tapi harus bersama dengan Kristus mewujudkannya di sini dan kini. Keringat dan jerih juang kita harus optimal demi bangsa dan negara tercinta ini.

Semangat itu membuat kami, anggota GKI Madiun, bergerak dan ambil bagian dalam aksi 1000 Lilin Perdamaian yang diadakan di Tugu Mastrib Madiun pada hari Minggu 14 Mei 2017. Beberapa hari kami berkonsolidasi melalui Whatsapp dan pada hari itu pukul 17.30 kami berkumpul di pastori untuk mempersiapkan sarana berupa ikat kepala, lilin yang ditembuskan ke gelas plastik dengan didekorasi bendera merah putih, serta semboyan DAMAI-ADIL, BHINEKA TUNGGAL IKA, dan NKRI HARGA MATI. Sebagian besar kami datang dengan berpakaian merah, tapi ada juga yang berpakaian putih. Masing–masing membawa lilin, gelas atau potongan botol plastik untuk pelindung nyala api lilin. Tidak lupa kami membawa kantong plastik untuk sampah seperti yang dihimbau panitia.

Sekitar pukul 18.30 kami bersiap-siap berangkat. Dimulai dengan menghitung personil, jumlah yang terhitung waktu itu 37 personil yang langsung menuju lokasi yang jaraknya sekitar 500 m dari Pastori. Sebagian masih menunggu di Pastori karena ada yang sedang menuju pastori untuk menyusul ikut ambil bagian. Jumlah personil yang berangkat dari Pastori mencapai sekitar 50 orang. Ternyata di Lokasi sudah ada beberapa jemaat yang mendahului kami. Jadi perkiraan kami anggota GKI Madiun yang terlibat dalam aksi damai NKRI ini sekitar 60 orang. Di lokasi sudah terhimpun banyak sekali manusia merah putih dengan gelas-lilin di tangannya. Kami berbaur dengan mereka yang terdiri dari berbagai agama, ormas, dan pribadi yang ingin terlibat mendukung kegiatan ini.

 

Acara dimulai, sesekali tangan peserta diangkat tinggi sambil meneriakkan MERDEKA! PANCASILA! HIDUP INDONESIA! NKRI HARGA MATI! dan teriakan heroik lainnya yang dikomandoi panitia dari Tugu Mastrib. Suasana serasa haru biru mendentum jantung kala lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan untuk membuka acara. Setelah sambutan, dinyanyikanlah lagu Garuda Pancasila … akulah pendukungmu …. Lalu Deklarasi Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam wadah NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 dibacakan disambut pekikan heroik peserta. Silih berganti Orasi dan menyanyikan lagu kebangsaan : Padamu Negri, Indonesia Pusaka, dan Rayuan Pulau Kelapa yang dinyanyikan bersama dengan penuh semangat oleh lebih dari 1000 partisan, hingga suaranya terdengar menggema di sekitar lokasi.

Ada yang menarik di acara ini, yaitu lagu Malam Kudus dinyanyikan dengan lirik bahasa Arab. Sayang penulis tidak paham dengan arti lirik namun nuansa dan rasa yang tertangkap adalah indahnya perbedaan, dan kebhinekaan bila saling berbagi. Perbedaan bukan untuk dipersengketakan, perbedaan ada untuk saling melengkapi.

Sebelum acara ditutup, doa bersama dari berbagai agama menggema. Sekali lagi mengetuk kalbu ini, inilah Indonesiaku yang indah dalam keberagaman. Saling mendoakan dan saling memberkati. Terasa makin menyatulah hati jiwa kami sebagai anak bangsa yang bersemboyan BHINEKA TUNGGAL IKA.

Lebih dari 1000 partisan merah putih yang menyemut di sekitar tugu, memenuhi jalan Abdurahman Saleh dan setengah jalan Mastrib. Bendera Merah Putih panjang (sekitar 100 meteran) dibentang di tengah pembatas jalan Mastrib yang dipegang oleh ratusan partisan sambil sesekali berteriak heroik dan menyanyikan lagu kepahlawanan. Kami, GKI Madiun, menyumbangkan 60 personil untuk hanyut dalam semangat persatuan dan kesatuan ini. Kehadiran kami penting untuk menyatakan bahwa gereja hadir, gereja adalah bagian dan pendukung NKRI, gereja mencintai bangsa dan negara ini. Tuhan menaruh kami disini untuk menjadi garam yaitu menjadi satu dan memberi rasa sedap bagi bangsa ini. Dan seperti lilin di tangan kami yang berfungsi sebagai penerang di tengah kegelapan.